The Disney Storybook

A dream is a wish your heart makes. When you're fast asleep. In dreams you will loose your heartache. Whatever you wish for you keep. Have faith in your dreams and someday. Your rainbow will come smiling through. No matter how your heart is grieving. If you keep on believing. The dream that you wish will come true.

A dream is a wish your heart makes. When you're feeling small. Alone in the night you whisper. Thinking no-one can hear you at all. You wake with the morning sunlight. To find fortune that is smiling on you. Don't let your heart be filled with sorrow. For all you know tomorrow. The dream that you wish will come true


Yang barusan adalah A Dream Is a Wish Your Heart Makes, dari soundtrack-nya Cinderella. Dibuat pada tahun jebot banget, tahun 1948. Lagu itu adalah salah satu dari 2 lagu favoritku dari album The Disney Storybook-nya Jim Brickman. Lucunya… 2 lagu itu (yang satu adalah Cruella De Vil) termasuk yang un-Brickman-like alias gak kedengeran ciri-ciri Jim Brickman-nya.

Aku bukan fans berat Jim Brickman, tapi Brickman ikut berandil dalam memperkenalkan aku kembali pada musik piano instrumental, dan juga memperkenalkan pada genre New Age. Aneh memang… aku sempat les piano selama bertahun-tahun, tapi nggak senang mendengarkan musik piano instrumental. Mau tahu sebabnya? Gara-gara… Richard Clayderman!!

Entah kenapa ya… kalo mendengarkan Richard Clayderman tuh jadi kehilangan semangat. Semua lagu yang dia mainkan jadi terdengar sama… apalagi kalo sudah percussion-nya masuk… uwaahh… lagu yang tadinya bagus jadi membosankan.

Contohnya adalah 18th Variation on Paganini-nya Rachmaninoff, lagu itu kan kesannya agung banget, ketika dimainkan oleh Clayderman, depannya sih bagus, begitu masuk percussion-nya… wuah… bubar deh keagungannya. Lebih menyenangkan yang dimainkan oleh Maxim, gak kehilangan keagungannya.

Padahal, waktu masih kelas 4 SD atau sekitar-sekitar situ deh… lagu non klasik pertama yang bisa aku mainkan adalah Ballade Pour Adeline, salah satu lagu andalannya si Clayderman… hehehehe… tapi entah mulai kapan, mungkin sejak SMA, “efek tidak semangat” dari Clayderman mulai terasa, sejak saat itu aku tidak mengkonsumsi lagi lagu-lagu Clayderman…begitu juga produk-produk piano instrumental lainnya, aku gak pernah menaruh perhatian kepada mereka… Kalo di rumah atau di mobil ada yang memutar lagu piano instrumental (terutama Clayderman), biasanya aku terus tidur… hihihi… ini namanya pianis yang tak tahu terima kasih.

Nah, bertahun-tahun kemudian… ternyata ada temanku yang selera musiknya beririsan denganku (kayak diagram Venn aja)… Kita seneng something jazzy, bedanya kalo aku lebih ke standard jazz (alias lagu café)… temenku ini lebih ke light jazz. Salah satu musisi favoritnya adalah Jim Brickman (eh padahal Brickman bukan jazz ya?).

Karena terus dibombardir sama komentar-komentar bagus tentang Jim Brickman, akhirnya ikutan dengerin juga. Bahkan sempet ngicip beberapa lagu untuk kumainkan sendiri, seperti Frere Jacques dan Twinkle Twinkle Little Star ala Brickman, juga Valentine. Oke deh, yang ini beda, gak bikin hilang semangat. Terus akhirnya aku juga kenalan sama lagu-lagunya David Lanz, Suzanne Ciani, George Winston, pianis yang mewakili genre New Age.

Lagu-lagu piano New Age itu menimbulkan efek relaxed. Kalo lagi capek, ribet, dll, terus dengerin lagu-lagunya mereka… hasilnya jadi tenang, santai, damai. Lagu-lagu kayak gitu yang diperlukan oleh masyarakat perkotaan yang hidupnya tiap hari dipenuhi dengan hingar-bingar. Lumayan untuk mengurangi stress.

Dalam perjalanan tahun baru kemaren, aku menemukan album The Disney Storybook. Albumnya Jim Brickman yang berisi soundtrack film-film Disney.

Wah, menyenangkan sekali… mendengarkan lagu Disney itu… seperti kembali ke jaman kecil. Di Namarina, ada satu kaset yang isinya lagu-lagu Disney sering digunakan untuk musik pengiring latihan balet. Selain itu… mendengarkan lagu Disney juga seperti kembali ke Gedung Bengkok ITB (yang sekarang tinggal kenangan) dengan piano Steinmeyer-nya dan “konser” dadakan bersama anak-anak PSM.

Terus… bagaimana hasilnya jika Disney di-Brickmanize? Beberapa lagu terdengar Brickman banget, tanpa meninggalkan nuansa lagu aslinya tentu saja, kayak Mary Poppins Medley, Someday My Prince Will Come, dan 1 nomor favoritku sejak dulu: When You Wish Upon a Star.
Tapi ada juga yang gak terdengar seperti Brickman, misalnya When I See an Elephant Fly, Cruella, I’m Amazed, dan A Dream is A Wish. Lagu yang menurut aku paling “enggak banget” termasuk dalam golongan yang un-Brickman-like (I’m Amazed), begitu juga yang paling aku senangi (Cruella dan A Dream).

Cruella itu café banget, duh suara contrabass dan trumpet-nya itu loh, membuatnya jadi terdengar romantis banget (padahal lagu aslinya kan gak romantis, wong nyeritain kebejatannya Cruella), sedangkan A Dream lebih ke arah R&B, terutama di tengah-tengahnya…

Kembali ke hubungan New Age dengan kehidupan perkotaan tadi… Pulang dari perjalanan tahun baru, aku kembali lembur untuk naikin data SAP. Termasuk seminggu yang dipenuhi dengan “jetlag” setiap hari, karena aktivitas banyak dan jadwal tidur kacau. Suatu malam, di Aston Atrium, sebelum tidur aku nyalakan The Disney Storybook itu di laptop. Rupanya sebelum albumnya habis, sudah keburu tidur, si Dell-Takodel-Kodel (laptop) bahkan nyala terus sampe kehabisan batre. Dan hoooreeeee…. Malam itu tidurnya jadi enak banget, sampe bangun kesiangan… (kemaren2 selalu berniat bangun kesiangan, tapi prakteknya… jam 6 otomatis melek). Kira-kira emang si musik ini bukan ya yang menyebabkan tidur enak? Entahlah… tapi asumsiku: iya.

Jadi terima kasih untuk Brickman (oke lah, juga untuk pakar Jim Brickman) yang telah membawaku kembali ke piano instrumental (dan new age). Terus sekarang… bagaimana dengan nasib musiknya Clayderman? Wah, sayangnya tetep aja gak seneng…. Hehehe…

‘where would I go from here?’

senin pagi, 23 januari 06 00:42

br saja kuselesaikan kewajibanku terhadap yg khalik.dan skrg aku msh merenungi atas apa yg telah terjadi akhir2 ini.diketinggian lantai 4 sebuah gedung,menghadap jalan bebas hambatan yg gak ada matinya.tentunya sambil ditemani eyePOD dan commyku.


"where would my future be?"

sejujurnya,aku gak tau bkl ada dimana aku 5 thn lagi.msh ttp diinstitusi inikah?berkutat dgn mesin2 yg nggak pernah bisa ditebak,org2 yg hanya mengandalkan masa lalunya yg sibuk mengatakan kejayaan2 mereka dimasa lalu,org2 yg menganut prinsip ,ataukah mengejar mimpi,angan,dan idealismeku?tentunya dgn menapikkan org2 yg membenci teori dan idealisme! anganku mengejar bbrp standardisasi dibidang yg kuinginkan,impian melanjutkan kuliah ke jenjang yg lebih tinggi,serta idealisme dunia kerja yg saling berbagi dan saling mendukung..

ah,semuanya hanya menyesakkan dada dan pikiranku saja.belum lagi banyak mslh yg kerap menerjang ketenangan jiwaku,yg makin memuncak dan tinggal menunggu ledakannya di dalam sini..

bbrp potongan episode hidup yg akan datang tak juga kunjung jelas dan terang.. bagian dr masa depan tuk membangun sebuah kebersamaan yg dapat membawa diriku ke suatu tingkatan ketentraman yg telah dijanjikanNYA.suatu kebersamaan yg kelak akan mempertemukan keduanya kembali ke suatu masa dan tempat yg abadi.. ah,selimut kelabu itu kembali mengelilingiku.terkadang dpt membuatku nyaman dalam mengekplorasi jiwa yg kesepian ini,namun tak jarang merenggut kehadiran ceria yg selalu kunantikan..

tak jarang aku menyesali diri atas kebodohan yg kulakukan berkali2.kekonyolan yang tak berarti yg malah mendepakkan ku dari sebuah bayangan masa depan yg sangat kuinginkan.

tak ingin aku menjadi makhluk yg dimurkaiNya.makhluk yg tak pernah bersyukur atas apa yg telah dilimpahkannya padaku.ah,aku harus srg bersyukur atas apa yg telah kudapat.Dia telah berjanji akan menambah nikmatNYA hanya kepada umatnya yg bersyukur.

Allah,ya raab,ampunilah aku yg tak pernah merasa puas atas semua ini.yg terkadang aku melupakan diriMU,melupakan kekuasaanMU,menentang kehendakMU.berilah aku ketenangan dalam jiwa yg tengah berkecamuk ini.. aku tahu Engkaulah yg mengatur ini semua,dan aku yakin inilah jalan yg terbaik buatku.jalan yg harus kulalui dalam sisa hidup ini.terkadang aku tak bs membaca ayatmu di alam ini,tak bisa memahami apa yg telah engkau gariskan kepadaku..aku tau bahwa apa yg kusuka itu belum tentu terbaik buatku.tp aku juga sadar bahwa dalam keberhasilan usahaku,99% haruslah ihtiar dan 1% doa.. terkadang aku malah menolak apa yg Kau tunjukkan kepadaku.. inilah yg bagiku masih misteri atas masa depanku.. tuk memahami apa yg telah tergariskan disini..

yaa Raab,kuatkanlah aku untuk menjalani ini semua.. perkenankanlah doa dan pintaku.






diketik dan diposting langsung dari commy
diedit di pc,proses edit untuk menambahkan link dan kata-kata yang salah ketik

www.bukumusik.com

Berita gembira buat para pecinta musik, telah dibuka www.bukumusik.com di Plaza Semanggi. Sejak kapan... aku sendiri gak tauk. Kemaren pas lagi jalan-jalan di Centro, Ndoro bilang ada toko buku musik di deket pintu masuk Centro lantai 3. Tadinya kupikir... salah liat kali ya. Mimpi kali yee ada toko buku musik yang cukup lengkap di mall-nya kota Jakarta... Ternyata beneran ada... Horreeee....

Aku pernah ngebahas sama temen (siapa ya? Lupa...). Waktu itu kalo gak salah lagi ngebahas yang jualan komik impor. Kenapa kok (waktu itu) sudah banyak yang buka toko komik, tapi hampir gak ada yang buka toko buku musik. Kalaupun ada, koleksinya sangat terbatas.
Kalau ada yang menjual buku musik yang cukup lengkap kan enak. Gak usah repot-repot beli di internet atau nitip teman yang ada di luar negeri.

Aku ada pengalaman beli partitur di internet. Ribet banget deh... waktu itu mengincar partitur 18th Variation Theme from Paganini-nya Rachmaninoff. Beli di sheetmusicplus.com. Karena menghindari penggunaan credit card (lagian juga gak punya), kita beli bank-draft di Citibank Bandung. Kita terpaksa mengeluarkan uang 3 kali lipat dari harga partitur itu sendiri. 1 kali emang harga partiturnya, 1 kali lagi ongkos kirimnya, 1 kali yang berikutnya adalah biaya pembuatan bank-draft. Habis itu bank draft itu kita kirimkan via pos ke si sheetmusicplus itu. Udah gitu... nunggu lumayan lama... sampe udah lupa kalo pernah mesen partitur. Suatu hari datanglah pemberitahuan dari kantor pos Juanda...bahwa ada kiriman buat kita, nyangkut di mereka. Ya sudah... terpaksa diambil ke kantor pos Juanda.

Berikutnya... aku (atas nama PSM) mencari partitur paduan suara Encore! The Music of Our Times. Untuk menghindari ongkos kirim, ongkos bank-draft dan memotong waktu pengiriman, aku coba untuk menitip pada teman yang dinas ke Singapore. Ternyata buku yang aku cari gak ada Ready-Stock-nya. Si toko buku bilang mau memesankan. Ya sudah... setelah bukunya datang, buku itu dikirimkan ke kantornya temanku cabang Singapore. Terus dibawa ke jakarta sama bossnya. Udah gitu sampailah ke kantornya temanku di Jakarta. Setelah itu buku itu diambil sama temanku yang lain ke kantornya temanku itu. Terakhir... aku mengambil ke rumahnya temanku yang ngambilin buku, baru setelah itu bukunya aku bawa ke Bandung. Mumet kan? Hemat sih emang... tapi buku itu pindah tangan sampai berkali-kali sebelum sampai ke pembeli yang sebenarnya (PSM).

Nah... dengan adanya www.bukumusik.com ini, aku harap bisa memotong rantai pengiriman dan ongkos-ongkos yang gak perlu.

Singapore: Lautan Manusia (31 Desember 2005)

Plaza Singapura
Setelah selesai makan pagi, kami menuju ke Plaza Singapura dengan menggunakan MRT (turun di stasiun Dhoby Ghout).
Tujuan pertama adalah mencari Snoopy’s Place, restoran bertemakan Peanuts. Tapi setelah mencari-cari dan bertanya-tanya, ternyata resto itu sudah tutup setahun yang lalu. Yaahh…. :-(

Di lantai 6 Plaza Singapura ada Yamaha Music School. Mereka juga menjual alat musik dan buku-buku musik. Aku membeli buku piano Cole Porter. Setelah itu kita ke toko buku Times, niatnya mencari buku kedokter
an keluar Oxford, tapi tidak ada.

Sambil menunggu Rama, kita masuk Carrefour. Rama adalah guide kita hari itu, eh salah… maksudnya temanku di PSM dan IF yang kebetulan bekerja di Singapore. Di Carrefour kita belanja lakban untuk mengikat salah satu koper yang kuncinya patah, terus beli converter untuk colokan kaki 3 supaya bisa nge-charge HP. Mahal juga euy… colokan gitu doang harganya S$6.

Magic Wok Restaurant

Setelah ketemu Rama, kita diajak makan siang di resto Thailand di daerah City Hall. Untuk menuju City Hall kita naik bis. Asik juga… belum pernah naik bis di Singapore sih. Tinggal pakai EZLink aja, kartu yang sama dengan yang kita pakai untuk naik MRT.

Resto Thailand langganannya si Rama namanya Magic Wok Restaurant. Kita memesan nasi nanas, udang cereal, cah kailan + daging, dan sup tom yam. Sayangnya aku lupa gak ngambil gambar makanan kita, karena dah keburu laper. Makanannya cukup unik, enak dan lezat.

Meja tempat kita makan agak-agak mungil, piringnya jadi desak-desakan deh… Yang lucu… resto itu sempat memutar lagu Jujur-nya Radja, jadi lupa kalo lagi gak di Indonesia.

Music Essentials

Dari
City Hall
kita kembali ke Orchard dengan naik MRT dan turun di stasiun Sommerset. Tujuan pertama di Orchard adalah toko buku musik yang ada di Meridien. Banyak banget orang di sepanjang jalan yang kita lalui. Menurut Rama, kalau weekend apalagi peak season seperti itu, kemungkinan untuk ketemu teman jauh lebih besar.

Ternyata toko buku musik yang dimaksud oleh Rama adalah Music Essentials, toko yang sama dengan yang aku lihat di Specialists’ Shopping Centre 5 tahun lalu, tempat membeli partitur Encore!. Music Essentials yang di Meridien jauh lebih besar, koleksinya juga jauh lebih banyak. Di situ kita beli buku piano Gershwin dan partitur piano untuk 6 tangan-1 piano (biar bisa dimainkan bareng-bareng bertiga).

HMV

Dari Music Essentials, kita ke Hereen Shopping Centre. Di situ ada HMV, toko CD yang konon kabarnya paling lengkap dan paling besar di Singapore (masa’ sih?). Yang jelas sih, Erik sangat merekomendasikan. Ternyata… emang gede sih… ada 3 lantai. Lantai pertama berisi DVD dan CD-CD lagu yang lagu ngetop, lantai kedua berisi CD-CD Pop dan Rock, lantai ketiga yang unik, isinya lagu Asia, Jazz, dan lagu Klasik.


Pas kita mau keluar dari Hereen, HU
JAN LEBAT!!! Wah… gimandang dunk? Kata Rama memang akhir-akhir ini di Singapore sering hujan (iya lah, Jakarta juga kok). Setelah terjebak beberapa lama, akhirnya kita ngafe dulu sambil menunggu hujan reda. Café Spinelli itu terletak di halamannya Hereen, tapi dinaungi canopy transparan, jadi gak kena hujan. Asik juga, kesannya kayak duduk di tengah hujan, sambil ngeliatin orang lain lalu lalang kehujanan. Hehe… tapi kalo sampai tiba-tiba hujannya jadi lebat banget dan disertai angin, kayaknya kita bakalan basah juga tuh…

Takashimaya

Setelah hujan agak reda, kita pindah ke Takashimaya. Tujuannya adalah cari Kinokuniya. Kata Rama toko buku
Kinokuniya itu terbesar di Asia Tenggara. Bukunya emang paling lengkap, buku kedokteran yang dicari ada di dalam list mereka, tapi stocknya habis. Akhirnya beli Harry Potter saja, lebih murah dari di Jakarta, karena ada discount.

Dari Kinokuniya kita pindah ke Giordano. Giordano di luar Indonesia (Singapore, China, Hongkong) harganya lebih murah dibandingkan dengan yang di Indonesia.
Pembelinya… banyak orang Indonesia.

Dari Takashimaya kita nyebrang ke Wisma Atria… Wuah… bener-bener deh… lautan manusia! Di terowongan pejalan kakinya aja macet bok. Serasa ngantre di dufan.

Borders

Dari Wisma A
tria kita langsung ke Borders di Wheelock. Borders juga toko buku yang lumayan gede. Tapi lagi-lagi dia gak punya koleksi buku kedokteran yang dicari. Interiornya dibuat sedemikian rupa jadi terasa cozy, rasanya betah gitu loh untuk berlama-lama di situ. Beda dengan Kinokuniya yang kesannya dingin. Di Borders ini kita ketemuan sama Hendra, anak IF 97, temannya Rama. Lumayan lama juga kita di Borders.

Setelah itu kita keluar dan berpisah sama Hendra dan Rama. Mereka mau ke Clarke Quay, sedangkan kita mau ke Hyatt untuk ketemu om Rudi dan tante Bebet.


Hotel Hyatt
Duile... nih hotel... pengamanannya melebihi paspampres-nya Indonesia. Perasaan jaman Megawati ke Aula Barat dulu, pengamanannya gak segitunya deh. Kalo gak punya Guest Card atau undangan, kita sama sekali gak boleh masuk lobi. Alhasil tante Bebet harus keluar sampai ke teras hotel untuk menemui kita.

Dari hotel Hyatt kita ke Lucky Plaza untuk belanja pernak-pernik oleh-oleh, sekalian makan malam. Setelah itu naik MRT dari stasiun Orchard sampai Douby Ghout, terus masuk Carrefour lagi untuk beli Eeyore dan permen coklat.

Duh, mulai pegel nih… kayaknya jetlag yang menumpuk dari kemaren mulai terasa efeknya. Untung nggak ikutan Rama dan Hendra ke Clarke Quay. Dari Carrefour kita naik MRT lagi sampai ke Farrer Park. Sampai di hotel kira-kira jam 10.


Setelah itu kita beres-beres, mulai packing untuk persiapan pulang. Gak terasa… tau-tau sudah jam 12. Tepat jam 12, tiba-tiba ada bunyi BOING! Seperti ledakan meriam… ternyata ada Kembang Api!! Wah… senangnya… ternyata bisa nonton “siaran langsung� kembang api dari kamar hotel. Sungguh tak terduga...

Selamat tinggal 2005, selamat datang 2006!!

Singapore: Lautan Manusia (31 Desember 2005)

Plaza Singapura
Setelah selesai makan pagi, kami menuju ke Plaza Singapura dengan menggunakan MRT (turun di stasiun Dhoby Ghout).
Tujuan pertama adalah mencari Snoopy’s Place, restoran bertemakan Peanuts. Tapi setelah mencari-cari dan bertanya-tanya, ternyata resto itu sudah tutup setahun yang lalu. Yaahh…. :-(

Di lantai 6 Plaza Singapura ada Yamaha Music School. Mereka juga menjual alat musik dan buku-buku musik. Aku membeli buku piano Cole Porter. Setelah itu kita ke toko buku Times, niatnya mencari buku kedokter
an keluar Oxford, tapi tidak ada.

Sambil menunggu Rama, kita masuk Carrefour. Rama adalah guide kita hari itu, eh salah… maksudnya temanku di PSM dan IF yang kebetulan bekerja di Singapore. Di Carrefour kita belanja lakban untuk mengikat salah satu koper yang kuncinya patah, terus beli converter untuk colokan kaki 3 supaya bisa nge-charge HP. Mahal juga euy… colokan gitu doang harganya S$6.

Magic Wok Restaurant

Setelah ketemu Rama, kita diajak makan siang di resto Thailand di daerah City Hall. Untuk menuju City Hall kita naik bis. Asik juga… belum pernah naik bis di Singapore sih. Tinggal pakai EZLink aja, kartu yang sama dengan yang kita pakai untuk naik MRT.

Resto Thailand langganannya si Rama namanya Magic Wok Restaurant. Kita memesan nasi nanas, udang cereal, cah kailan + daging, dan sup tom yam. Sayangnya aku lupa gak ngambil gambar makanan kita, karena dah keburu laper. Makanannya cukup unik, enak dan lezat.

Meja tempat kita makan agak-agak mungil, piringnya jadi desak-desakan deh… Yang lucu… resto itu sempat memutar lagu Jujur-nya Radja, jadi lupa kalo lagi gak di Indonesia.

Music Essentials

Dari
City Hall
kita kembali ke Orchard dengan naik MRT dan turun di stasiun Sommerset. Tujuan pertama di Orchard adalah toko buku musik yang ada di Meridien. Banyak banget orang di sepanjang jalan yang kita lalui. Menurut Rama, kalau weekend apalagi peak season seperti itu, kemungkinan untuk ketemu teman jauh lebih besar.

Ternyata toko buku musik yang dimaksud oleh Rama adalah Music Essentials, toko yang sama dengan yang aku lihat di Specialists’ Shopping Centre 5 tahun lalu, tempat membeli partitur Encore!. Music Essentials yang di Meridien jauh lebih besar, koleksinya juga jauh lebih banyak. Di situ kita beli buku piano Gershwin dan partitur piano untuk 6 tangan-1 piano (biar bisa dimainkan bareng-bareng bertiga).

HMV

Dari Music Essentials, kita ke Hereen Shopping Centre. Di situ ada HMV, toko CD yang konon kabarnya paling lengkap dan paling besar di Singapore (masa’ sih?). Yang jelas sih, Erik sangat merekomendasikan. Ternyata… emang gede sih… ada 3 lantai. Lantai pertama berisi DVD dan CD-CD lagu yang lagu ngetop, lantai kedua berisi CD-CD Pop dan Rock, lantai ketiga yang unik, isinya lagu Asia, Jazz, dan lagu Klasik.


Pas kita mau keluar dari Hereen, HU
JAN LEBAT!!! Wah… gimandang dunk? Kata Rama memang akhir-akhir ini di Singapore sering hujan (iya lah, Jakarta juga kok). Setelah terjebak beberapa lama, akhirnya kita ngafe dulu sambil menunggu hujan reda. Café Spinelli itu terletak di halamannya Hereen, tapi dinaungi canopy transparan, jadi gak kena hujan. Asik juga, kesannya kayak duduk di tengah hujan, sambil ngeliatin orang lain lalu lalang kehujanan. Hehe… tapi kalo sampai tiba-tiba hujannya jadi lebat banget dan disertai angin, kayaknya kita bakalan basah juga tuh…

Takashimaya

Setelah hujan agak reda, kita pindah ke Takashimaya. Tujuannya adalah cari Kinokuniya. Kata Rama toko buku
Kinokuniya itu terbesar di Asia Tenggara. Bukunya emang paling lengkap, buku kedokteran yang dicari ada di dalam list mereka, tapi stocknya habis. Akhirnya beli Harry Potter saja, lebih murah dari di Jakarta, karena ada discount.

Dari Kinokuniya kita pindah ke Giordano. Giordano di luar Indonesia (Singapore, China, Hongkong) harganya lebih murah dibandingkan dengan yang di Indonesia.
Pembelinya… banyak orang Indonesia.

Dari Takashimaya kita nyebrang ke Wisma Atria… Wuah… bener-bener deh… lautan manusia! Di terowongan pejalan kakinya aja macet bok. Serasa ngantre di dufan.

Borders

Dari Wisma A
tria kita langsung ke Borders di Wheelock. Borders juga toko buku yang lumayan gede. Tapi lagi-lagi dia gak punya koleksi buku kedokteran yang dicari. Interiornya dibuat sedemikian rupa jadi terasa cozy, rasanya betah gitu loh untuk berlama-lama di situ. Beda dengan Kinokuniya yang kesannya dingin. Di Borders ini kita ketemuan sama Hendra, anak IF 97, temannya Rama. Lumayan lama juga kita di Borders.

Setelah itu kita keluar dan berpisah sama Hendra dan Rama. Mereka mau ke Clarke Quay, sedangkan kita mau ke Hyatt untuk ketemu om Rudi dan tante Bebet.


Hotel Hyatt
Duile... nih hotel... pengamanannya melebihi paspampres-nya Indonesia. Perasaan jaman Megawati ke Aula Barat dulu, pengamanannya gak segitunya deh. Kalo gak punya Guest Card atau undangan, kita sama sekali gak boleh masuk lobi. Alhasil tante Bebet harus keluar sampai ke teras hotel untuk menemui kita.

Dari hotel Hyatt kita ke Lucky Plaza untuk belanja pernak-pernik oleh-oleh, sekalian makan malam. Setelah itu naik MRT dari stasiun Orchard sampai Douby Ghout, terus masuk Carrefour lagi untuk beli Eeyore dan permen coklat.

Duh, mulai pegel nih… kayaknya jetlag yang menumpuk dari kemaren mulai terasa efeknya. Untung nggak ikutan Rama dan Hendra ke Clarke Quay. Dari Carrefour kita naik MRT lagi sampai ke Farrer Park. Sampai di hotel kira-kira jam 10.


Setelah itu kita beres-beres, mulai packing untuk persiapan pulang. Gak terasa… tau-tau sudah jam 12. Tepat jam 12, tiba-tiba ada bunyi BOING! Seperti ledakan meriam… ternyata ada Kembang Api!! Wah… senangnya… ternyata bisa nonton “siaran langsung” kembang api dari kamar hotel. Sungguh tak terduga...

Selamat tinggal 2005, selamat datang 2006!!

Singapore: Menuju Singapore (30 Desember 2005)

Bandara Soekarno Hatta
Bandara Soekarno Hatta penuhnya bukan main, maklum lah… peak season. Aku yang sudah mengantuk sejak siang hari di kantor, pengennya cepet-cepet cari sofa di Exec Lounge-nya Citibank. Setelah ngantre check-in, bayar fiscal, ngisi kartu keberangkatan, ngantre di Imigrasi, akhirnya kita bisa masuk ke Exec Lounge. Duile… tapi sofanya sudah dipakai semua, yah tak apalah… kursi biasa juga oke.

Ada makanan apa aja? Yang cukup kuingat adalah: Pangsit Penganten!! Wuaaa… kok ada di sini… kirain hanya ada di Bogor atau di acara pengantenan. Pangsit penganten itu terdiri dari pangsit berukuran mini, kemudian disiram dengan kuah yang berisi daging ayam dan potongan sayur-sayuran.

Terus untuk minuman, yang aku ingat adalah dia menyediakan bubuk coklat. Wah jarang-jarang loh, biasanya untuk minuman panas yang tersedia hanya teh celup, bubuk kopi, krimer, gula pasir, dan gula diet.

Satu hal lain yang cukup menarik perhatian adalah: kamar mandinya! Exec Lounge di situ kira-kira besarnya sama dengan Exec Lounge-nya Citibank yang di terminal Domestik. Tapi…di terminal Domestik mereka punya 3 kamar mandi, sedangkan di sini hanya 1. Terpaksa deh kalau mau ke kamar mandi mesti ngantri panjang. Kecil banget pula kamar mandinya. Ditambah lagi… ada “tanda mata� di dalam kloset-nya… hiiii…. parah deh. Exec Lounge kok kayak gitu.

Penerbangan
GA
832
Pesawat kita boarding tepat waktu. Agak kaget juga, kok ternyata pesawatnya pake B-737. Kirain kalo penerbangan internasional minimal pake Airbus. Yang menyebalkan, meskipun boarding tepat waktu, ternyata kita take off terlambat sekitar 15 menit, karena menunggu penumpang yang bermasalah di Imigrasi. :-(

Herannya lagi… makanan di pesawat tuh hanya ada 1 pilihan. Padahal waktu terbang ke Medan dan ke Balikpapan, ada 2 pilihan loh. Hmm… mungkin alasannya adalah karena penerbangan Jakarta-Spore itu hanya 1 jam 15 menit. Kalau ke Medan dan Balikpapan kan 2 jam. Waktu yang digunakan untuk melayani seorang penumpang lebih lama kalau makanannya ada 2 pilihan. Si pramugari kan harus bertanya dulu kepada setiap penumpang, misalnya gini: “Mau makan apa mbak? Nasi Ayam atau Ikan Kentang?�, baru setelah itu dia memberikan makanan kepada si penumpang. Sedangkan kalo hanya ada 1 pilihan, dia tinggal memberikan makanan kepada si penumpang tanpa bertanya-tanya lagi. Untuk penerbangan 1 jam 15 menit, kalo pake nanya-nanya segala… waktunya tidak cukup, ketika penumpang yang terakhir kebagian makanan baru menyantap setengah porsi, pesawat sudah meninggalkan ketinggian jelajah.

Kita mendarat jam 22.05 waktu Singapore. Langsung menuju imigrasi. Bapak-bapak yang ada di India agak bingung melihat pasporku. Wah… mungkin dia bingung, ini orang namanya seperti India tapi kenapa tampangnya seperti China. Padahal bukan dua-duanya….hahaha…

MRT
Setelah mengambil barang, kita menuju ke Skytrain untuk pindah ke terminal 2. Dari terminal 2 mau naik MRT ke hotel. Agak bingung juga waktu masih di stasiun MRT-nya Changi, karena sekarang ada tiket EZLink, jaringannya juga sudah lebih luas dibandingkan lima tahun lalu. Untung mas-masnya sangat informatif. Kita beli 3 tiket EZLink, terus naik MRT ke stasiun Farrer Park. Dalam perjalanan menuju Farrer Park, kita pindah 3 kali, di stasiun Tanah Merah, City Hall, dan Douby Ghout.

Wah, enak deh pokoknya…. Transportasi Airport ke kota jadi murah meriah, serasa naik Damri ajah… syaratnya memang barang yang kita bawa gak boleh terlalu banyak dan hotel tempat kita menginap jangan jauh-jauh dari stasiun MRT.


Hotel New Park, Little
India
Kita turun di stasiun Farrer Park, yang terdekat dengan hotel New Park. Whooaaa… nyaris aja kesasar karena kita salah milih pintu keluar. Kita keluar di pintu C, padahal seharusnya di pintu A. Sempat mencoba melihat peta yang ada di stasiun sih, tapi malah tambah bingung. Untungnya begitu keluar dari pintu C, hotel New Park. yang ternyata 21 lantai itu langsung kelihatan, meskipun jauh. Jadi kita terpaksa jalan memutari taman sambil geret-geret koper.

Sampai di hotel kira-kira jam ½ 12 malam waktu Singapore. Konsumen hotel New Park pada umumnya berkebangsaan India. Cocok dunk kalo gitu, sama nama-nama kita… hihihi… kita langsung check-in dan memesan extra bed. Ternyata extra bed itu gak termasuk breakfast. Waaakksss… terpaksa deh mengeluarkan jurus Soupy Snax buat sarapan.

Kita dapat kamar di lantai 19. Kamarnya cukup bagus dan lengkap. Ada setrika dan meja setrikaannya segala (jarang2 loh hotel bintang 3), ada pemanas air juga (kalo gitu Soupy Snax bisa beraksi). Tapi ada sedikit masalah ternyata… colokan listriknya kaki 3!! Gak bisa nge-charge HP dunk. Lain kali jenis colokan listik harus masuk ke dalam survey yang dilakukan sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri.

Padahal 3 hari sebelumnya, aku habis mengalami masalah yang sama di Aston Atrium. Di Aston, colokannya kaki 3 semua. Kalo Aston sih memang “hotel yang aneh�, udah tauk di Indonesia… kenapa juga dia sediain colokan listriknya yang kaki 3.

Singapore: Menuju Singapore (30 Desember 2005)

Bandara Soekarno Hatta
Bandara Soekarno Hatta penuhnya bukan main, maklum lah… peak season. Aku yang sudah mengantuk sejak siang hari di kantor, pengennya cepet-cepet cari sofa di Exec Lounge-nya Citibank. Setelah ngantre check-in, bayar fiscal, ngisi kartu keberangkatan, ngantre di Imigrasi, akhirnya kita bisa masuk ke Exec Lounge. Duile… tapi sofanya sudah dipakai semua, yah tak apalah… kursi biasa juga oke.

Ada makanan apa aja? Yang cukup kuingat adalah: Pangsit Penganten!! Wuaaa… kok ada di sini… kirain hanya ada di Bogor atau di acara pengantenan. Pangsit penganten itu terdiri dari pangsit berukuran mini, kemudian disiram dengan kuah yang berisi daging ayam dan potongan sayur-sayuran.

Terus untuk minuman, yang aku ingat adalah dia menyediakan bubuk coklat. Wah jarang-jarang loh, biasanya untuk minuman panas yang tersedia hanya teh celup, bubuk kopi, krimer, gula pasir, dan gula diet.

Satu hal lain yang cukup menarik perhatian adalah: kamar mandinya! Exec Lounge di situ kira-kira besarnya sama dengan Exec Lounge-nya Citibank yang di terminal Domestik. Tapi…di terminal Domestik mereka punya 3 kamar mandi, sedangkan di sini hanya 1. Terpaksa deh kalau mau ke kamar mandi mesti ngantri panjang. Kecil banget pula kamar mandinya. Ditambah lagi… ada “tanda mata” di dalam kloset-nya… hiiii…. parah deh. Exec Lounge kok kayak gitu.

Penerbangan
GA
832
Pesawat kita boarding tepat waktu. Agak kaget juga, kok ternyata pesawatnya pake B-737. Kirain kalo penerbangan internasional minimal pake Airbus. Yang menyebalkan, meskipun boarding tepat waktu, ternyata kita take off terlambat sekitar 15 menit, karena menunggu penumpang yang bermasalah di Imigrasi. :-(

Herannya lagi… makanan di pesawat tuh hanya ada 1 pilihan. Padahal waktu terbang ke Medan dan ke Balikpapan, ada 2 pilihan loh. Hmm… mungkin alasannya adalah karena penerbangan Jakarta-Spore itu hanya 1 jam 15 menit. Kalau ke Medan dan Balikpapan kan 2 jam. Waktu yang digunakan untuk melayani seorang penumpang lebih lama kalau makanannya ada 2 pilihan. Si pramugari kan harus bertanya dulu kepada setiap penumpang, misalnya gini: “Mau makan apa mbak? Nasi Ayam atau Ikan Kentang?”, baru setelah itu dia memberikan makanan kepada si penumpang. Sedangkan kalo hanya ada 1 pilihan, dia tinggal memberikan makanan kepada si penumpang tanpa bertanya-tanya lagi. Untuk penerbangan 1 jam 15 menit, kalo pake nanya-nanya segala… waktunya tidak cukup, ketika penumpang yang terakhir kebagian makanan baru menyantap setengah porsi, pesawat sudah meninggalkan ketinggian jelajah.

Kita mendarat jam 22.05 waktu Singapore. Langsung menuju imigrasi. Bapak-bapak yang ada di India agak bingung melihat pasporku. Wah… mungkin dia bingung, ini orang namanya seperti India tapi kenapa tampangnya seperti China. Padahal bukan dua-duanya….hahaha…

MRT
Setelah mengambil barang, kita menuju ke Skytrain untuk pindah ke terminal 2. Dari terminal 2 mau naik MRT ke hotel. Agak bingung juga waktu masih di stasiun MRT-nya Changi, karena sekarang ada tiket EZLink, jaringannya juga sudah lebih luas dibandingkan lima tahun lalu. Untung mas-masnya sangat informatif. Kita beli 3 tiket EZLink, terus naik MRT ke stasiun Farrer Park. Dalam perjalanan menuju Farrer Park, kita pindah 3 kali, di stasiun Tanah Merah, City Hall, dan Douby Ghout.

Wah, enak deh pokoknya…. Transportasi Airport ke kota jadi murah meriah, serasa naik Damri ajah… syaratnya memang barang yang kita bawa gak boleh terlalu banyak dan hotel tempat kita menginap jangan jauh-jauh dari stasiun MRT.


Hotel New Park, Little
India
Kita turun di stasiun Farrer Park, yang terdekat dengan hotel New Park. Whooaaa… nyaris aja kesasar karena kita salah milih pintu keluar. Kita keluar di pintu C, padahal seharusnya di pintu A. Sempat mencoba melihat peta yang ada di stasiun sih, tapi malah tambah bingung. Untungnya begitu keluar dari pintu C, hotel New Park. yang ternyata 21 lantai itu langsung kelihatan, meskipun jauh. Jadi kita terpaksa jalan memutari taman sambil geret-geret koper.

Sampai di hotel kira-kira jam ½ 12 malam waktu Singapore. Konsumen hotel New Park pada umumnya berkebangsaan India. Cocok dunk kalo gitu, sama nama-nama kita… hihihi… kita langsung check-in dan memesan extra bed. Ternyata extra bed itu gak termasuk breakfast. Waaakksss… terpaksa deh mengeluarkan jurus Soupy Snax buat sarapan.

Kita dapat kamar di lantai 19. Kamarnya cukup bagus dan lengkap. Ada setrika dan meja setrikaannya segala (jarang2 loh hotel bintang 3), ada pemanas air juga (kalo gitu Soupy Snax bisa beraksi). Tapi ada sedikit masalah ternyata… colokan listriknya kaki 3!! Gak bisa nge-charge HP dunk. Lain kali jenis colokan listik harus masuk ke dalam survey yang dilakukan sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri.

Padahal 3 hari sebelumnya, aku habis mengalami masalah yang sama di Aston Atrium. Di Aston, colokannya kaki 3 semua. Kalo Aston sih memang “hotel yang aneh”, udah tauk di Indonesia… kenapa juga dia sediain colokan listriknya yang kaki 3.

Asal ikut-ikutan, ikut asal-asalan

Akhir pekan kemarin, gw jalan-jalan sembari menikmati kota yang sedang dipengaruhi suasana Natal. Sambil ngelamun duduk di taksi, mata gw tertumbuk pada satu iklan yang terpasang dalam ukuran yang lumayan besar. Tampak seperti undangan untuk acara akhir tahun. Tapi, gw gak melihat gambar di iklan tersebut.Melainkan footernya yang bertuliskan: "RSVP (021-xxx-xxxx)" Hmm... satu lagi mengingatkan gw terhadap undangan dari Microsoft Indonesia untuk menghadiri suatu acara dan kalimat yang gw inget adalah: "untuk RSVP silakan hubungi 021-yyy-yyyy" Apalagi nih?

FYI, RSVP itu adalah singkatan dari Bahasa Prancis yang berbunyi: "réspondez, s'il vous plaît" artinya "mohon dibalas". Prancis menggunakan tata bahasa yang sopan untuk permohonan. Di dunia barat, RSVP biasanya dicantumkan di bagian akhir sebuah undangan. Pihak yang mengundang membutuhkan jawaban dari yang diundang apakah dia bisa datang atau tidak. Jadi bukan hanya menjawab bila tidak bisa datang. Pihak yang mengundang membutuhkan jawaban dari undangan ini untuk menentukan berapa jumlah tamu yang hadir, sehingga bisa menentukan berapa makanan dan minuman yang akan dipesan. Mungkin maksudnya biar nggak mubazir kali ya... beda dengan di Indonesia, dimana kalo ada undangan pernikahan aja makanan dihitung dengan pola perhitungan 2,5xjumlah undangan. Menurut mereka lebih baik lebih ketimbang kurang... beda ya?

Sekarang, mari kita balik lagi di Indonesia tentang RSVP ini. Contoh kasus iklan yang gw lihat di jalanan. Memang masih nyambung dia meletakkan RSVP sebagai footer dari iklannya. Karena iklan itu adalah undangan, dan bila ingin ikut silakan hubungi nomor tersebut. Beda halnya dengan RSVP yang "asli" yaitu bila bisa datang harap nelp, dan gak bisa dateng juga nelp. Tapi dalam kasus ini, RSVP lebih ke arah untuk melakukan reservasi. Kenapa? Coba aja nelp ke nomor tersebut, trus bilang: "wah, maap pak/bu. Saya nggak bisa memenuhi undangannya". Pasti dikira kita orang aneh :)

Trus untuk kasus undangan Microsoft. Yang ini nih yang agak aneh. Masa' institusi sebesar Microsoft melakukan kesalahan seperti ini sih? Ini jelas jelas salah menggunakan RSVP. Gw dulu pernah iseng nanyain ke beberapa temen-temen tentang apa itu RSVP. Kebanyakan jawabannya adalah: "RSVP itu ya Call Center untuk Reservasi". Dia mungkin merasa benar, karena banyak juga orang yang menganggap RSVP itu adalah untuk melakukan reservasi. Yang khawatirnya nanti RSVP itu oleh orang Indonesia dianggap bener untuk Reservasi.

So? Masih mau ngegunain RSVP untuk Reservasi? :)

hint: "googling aja RSVP"

Hmmmm…

Kemarin lagi iseng ngeliatin foto-foto My Friends di situs friendster. Banyak temen-temen gw yang udah merit mengganti foto utamanya menjadi foto anaknya, ato foto dia bersama anaknya. Lutuna :)

Kebayang sih, jadi ibu itu suatu anugrah yang terindah. Memang, nggak semua wanita bisa jadi ibu. Banyak faktor yang bisa menghambat usaha itu. Kalo jaman dulu, tiap kali pasangan yang udah nikah, trus gak dikaruniai keturunan lantas yang disalahkan pasti pihak wanita. Tapi, kalo dilihat lebih dalam lagi nggak selalu wanita yang salah. Emangnya laki-laki gak bisa 'salah' apa? Coba lihat, mulai dari faktor pretesticular, testicular, atau posttesticular, jumlah 'pasukan' kurang dari satu juta sel, bahkan azoospremia [referensi dari ayahbunda-online].

Trus apa? Sebelum merit periksa ke dokter trus hasilnya dua-duanya subur, udah ngerasa yakin bisa punya anak? Nggak juga lho... Gw yakin semua itu urusan yang Maha Kuasa, termasuk urusan jodoh, nikah, dan anak. Makanya gak heran, temen-temen gw yang dulunya 'penggila' ketika masih bujang, sekarang jadi rajin beribadah dan lebih taat menjalankan agama. Jangankan anak, lah calon istri/suami aja itu kalo nggak dideketkan oleh yang Maha Kuasa ya kagak bisa kenalan apa lagi bisa diajak merid.

Nah, demikian juga anak. Di dalam Islam, anak adalah amanat dari Allah, SWT untuk para orang tua. Kalau memang belum dapat anugrah seorang anak, percayalah. Itu adalah yang terbaik buat para orang tua. Tidak semua orang tua berhasil menjaga amanat tersebut. Kita lihat di koran-koran, televisi, dan berbagai media lainnya memberitakan anak membunuh orang tuanya sendiri, anak menjadi penjahat.

[let it be an unfinished thought...]

~ a tribute to a friend ~

Kebosanan di sela-sela rutinitas


Pernah gak si ngerasain bosen menjalani rutinitas sehari-hari?
Dulu sebelum masuk institusi ini, gw gak pernah banget (hmm.. berlebihan gak ya?) ngerasa bosen dengan rutinitas. Dijalanin dengan penuh semangat, ketawa sana sini, becandain temen-temen kantor, maen basket bareng, de el el lah..
Entah kenapa sekarang sering banget ngerasa bosen. Pagi-pagi bangun tuh males banget. Kalo gak cuma sholat subuh doang si kayanya gak bakal bangun pagi kali ya? :p Saptu Minggu kesempatannya bales dendam tidur. Tapi ya itu lagi, pas hari senin males lagi. Bangun pagi, sholat, mandi, dressup, ngantor. Jam 0710 udah harus di kantor. Nerima telp komplain, keluhan, trouble shooting, monitoring akses ke jaringan. Makan siang. Sholat. Nungguin telp komplain lagi.. trus aja sampe maghrib. Meski jam kantor cuma 1615.
Kadang mikir jg, ngapain ya gw pulang malem sementara temen kerja gw yg laen udah pada pulang jam 1630.. Gw pulang malem kagak ada yang komplain, tapi gw datang siang dikit aja dikomplain abis-abisan. Toh gaji yang pulang malem ama yang pulang tepat waktu kagak ada bedanya dikit pun.
Bosen...
Kadang-kadang jg ngabisin waktu dengan nongkrong ama temen-temen di pusat keramaian. Gak terasa ngabisin duit beberapa lembar ngurah rai.Tapi tetep aja ngerasa bosen. Meski udah pindah-pindah mal jg tetep aja bosen.. Aneh nih, padahal kalo dulu sih aktivitasnya itu-itu aja. Pulang kantor bisa ngajakin belanja ke supermarket di kuningan, nonton di bioskop itu2 aja.ngobrol.ke mal jg itu-itu jg. tapi anehnya gak ngerasa bosen.
Heran...
Apa tuntutan dari dalam diri gw meningkat ya seiring dengan pindahnya gw ke institusi ini? hmmpppfff... gw gak menafikkan kepindahan gw ke institusi ini makin membuat gw lebih 'hedonis'.. kategori kebutuhan tertier gw makin melebar. aktivitas gw makin melebar.
tapi tetep aja jenuh jg... browsing pernah jadi pilihan pelampiasan kebosanan. tapi kok ya pernah juga pas ngebuka browser tapi malah bingung mo ngetik url apa. ujung2nya cuma ngeklik ikon google di toolbar browser gw cuma untuk nyari-nyari iseng. kaya keberadaan nama-nama temen gw di google sejauh mana ya? aneh ya..
[cuma mo ngelampiasin kebosanan dengan membuat blog di sela-sela waktu kerja]